Salatjamak qasar adalah menggabungkan dua salat fardu dalam satu waktu sekaligus meringkas (qasar). Hukum dan syaratnya sama dengan salat jamak dan salat qasar. Salat jamak qasar dapat dilaksanakan secara takdim maupun ta'khir. Umat Islam dapat melakukan salat fardu secara jamak, qasar maupun jamak qasar asalkan memenuhi syarat sahnya.
- Salat jamak qashar boleh dilaksanakan seorang muslim untuk memberikan kemudahan dalam melakukan perjalanan jauh. Saat seorang muslim berada dalam perjalanan jauh safar, maka dia memperoleh keringanan dari Allah subhanahu wa ta'ala dalam melaksanakan salatnya. Dia tetap harus mendirikan salat wajib, namun di sebagian waktunya boleh dikerjakan dengan jamak, qashar, atau gabungan keduanya. Dengan jamak, dia boleh mengerjakan dua waktu salat dalam satu waktu. Melalui qashar, dia diperkenankan meringkas rakaat salat yang empat empat rakaat menjadi dua rakaat. Sementara jika memilih jamak qashar, maka dia mengumpulkan dua waktu salat yang dikerjakan dalam satu waktu dan meringkas jumlah rakaatnya untuk salat yang memiliki empat rakaat. Dasar hukum pelaksanaan untuk mengqashar salat ada di dalam Al Quran pada surah An-Nisa ayat 101. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ Wa idzaa darabtum fil ardi falaisa 'alaikum junaahun an taqsuruu minas Salaati in khiftum ai yaftinakumul laziina kafaruuu; innal kaafiriina kaanuu lakum aduwwam mubiinaaArtinya, “Ketika kalian bepergian di bumi, maka bagi kalian tidak ada dosa untuk meringkas shalat.” Teruntuk qashar, dibolehkan untuk urusan sedang dalam perjalanan. Menurut laman NU, ada ketentuan tentang hukum melakukan qashar berdasarkan jaraknya. 1. Hukumnya boleh. Qashar boleh dilakukan saat melakukan perjalanan darat atau laut, baik memiliki tempat tinggal atau tidak. Seorang muslim yang telah bepergian mencapai 16 farsakh atau 2 marhalah, atau setara 80,6 kilometer dan belum mencapai 3 marhalah atau 120,96 kilometer, boleh melakukan qashar. 2. Hukumnya lebih baik afdhal dilakukan. Apabila seseorang melakukan perjalanan mencapai 3 marhalah atau lebih, maka lebih baik dia melakukan qashar dalam salatnya. 3. Hukumnya wajib. Jika perjalanan itu menjadikan seseorang tidak memiliki cukup waktu untuk mendirikan salat, maka mengqashar salat menjadi wajib baginya. Meski demikian, ada pula pendapat yang menganggap bahwa qashar tidak harus berdasarkan safar dengan jarak tertentu. Dikutip situs Fatwa Tarjih, safar merupakan suatu kondisi yang biasa dianggap seseorang itu sedang melakukan safar. Hal ini sebagai keringanan dari Allah subhanahu wa ta'ala bagi para musafir. Qashar hanya bisa dilakukan pada salat yang memiliki empat rakaat, yaitu salat zuhur, ashar, dan isya'. Dan, qashar tidak boleh dilakukaan pada salat subuh dan maghrib. Shalat Jamak Salat jamak atau mengumpulkan dua waktu salat, diperbolehkan saat seseorang memiliki kesulitan untuk mendirikan salat sesuai waktunya. Tidak harus dalam posisi safar, muslim yang sedang sakit atau memiliki halangan lainnya yang sesuai syar'i diperkenankan untuk menjamak salat. Rasulullah shalaallahu alaihi wassalam pernah melakukan jamak dari keterangan Ibnu Abbas radhiyallahu anhu. “Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah menjamak antara salat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab Dia Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” HR. Ahmad Salat jamak dapat dilakukan pada salat zuhur dengan ashar, atau maghrib dengan isya. Pelaksanaannya dapat dikerjakan dengan mengumpulkan salat di awal waktu jamak taqdim atau akhir waktu jamak takhir. Contoh jamak taqdim yaitu mengerjakan salat dhuhur dan ashar sekaligus, yang didirikan pada waktu salat dhuhur. Untuk jamak takhir misalnya, mengerjakan salat zuhur dan ashar yang dilaksanakan pada waktu salat ashar. Ini berlaku juga untuk jamak pada salat maghrib dan isya. Shalat Jamak Qashar Karena qashar berkaitan langsung dengan keringanan saat safar, maka jamak qashar berlaku pada mereka yang sedang melakukan perjalanan saja. Seseorang dapat mengumpulkan dua salat pada satu waktu, sekaligus meringkas pada salat yang memiliki empat rakaat. Jamak qashar tidak harus selalu satu paket untuk dikerjakan sewaktu safar. Orang yang safar boleh melaksanakan jamak saja, qashar saja, atau menggabungkan keduanya. Semua tergantung kondisi yang dialami seseorang dalam juga Keutamaan Shalat Sunah Rawatib Bisa Dibangunkan Rumah di Surga Bacaan Niat & Tata Cara Jamak Sholat Dhuhur-Ashar dan Maghrib-Isya - Pendidikan Kontributor Ilham Choirul AnwarPenulis Ilham Choirul AnwarEditor Dhita Koesno
A SHALAT JAMA' DAN QASHAR. Shalat yang boleh di qashar. 4. Syarat sah shalat qashar sama dengan syarat sah pada shalat jama' UNTUK DI MAKLUMI BAHWA SEMUA MAKALAH DI SITUS INI MERUPAKAN KUMPULAN MAKALAH SAYA DAN TEMAN-TEMAN MPI PASCASARJANA UIN MALANG 2015 s/d 2017 DAN REKAN-REKAN IKADI BATU YANG KULIAH DI BERBAGAI KAMPUS DI MALANG
KATA PENGANTARPuji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena atas hidayah, karunia serta limpahan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sebagai mana mestinya. Makalah yang berjudul “SHALAT JAMA’ DAN QASHAR” ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah “PENDIDIKAN AGAMA” yang dibina oleh Bapak Drs. Hafids di IKIP Budi Utomo adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Maksudnya, Islam adalah agama yang sesuai dengan kondisi dan keterbatasan yang dimiliki oleh manusia. Pada keadaan normal, berlaku hukum azimah ketat. Dan pada keadaan tidak normal, maka Islam mengakomodirnya dengan rukhsah keringanan/ kemudahan sehingga syariat tetap dapat ditunaikan.“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” QS. al-Baqarah185Islam juga dibangun dengan lima pilar. Salah satu pilarnya adalah shalat. Karenanya shalat merupakan tiang agama. Ketika seorang meninggalkan shalat ia disebut penghancur agama tetapi sebalikya ketika ia melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya maka ia disebut sebagai penegak agama. Bila ada yang memiliki udzur, maka tetap wajib mendirikan shalat dengan mengambil rukhshah keringanan dari Allah agar mereka tetap shalat di saat kondisi apa pun. Dan sudah seharusnya kita mengetahui tentang bagaimana Allah telah memudahkan hamba-Nya yang tidak bisa shalat seperti biasanya dengan menggunakan Jama’ dan Qashar. Menjama’ dan mengqasar shalat adalah rukhshah atau keringanan yang diberikan Allah kepada hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan. Rukhshah ini merupakan shodakoh dari Allah SWT yang dianjurkan untuk diterima dengan penuh ketawadlu’an. Melalui makalah ini penulis mencoba untuk menguraikan tentang sholat jama’ dan selesainya penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah memberikan motivasi, serta teman-teman dan pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan makalah ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Makalah ini tersusun dengan segala keterbatasan ilmu pengetahuan, oleh karenanya kritik saran serta masukan yang sifatnya membangun sangat diharapkan sebagai bahan perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan pencerahan kepada umat Islam dalam beribadah kepada Allah SWT. Jazakumullahu Khairan April 2012PenulisSHALAT JAMA’ DAN QASHARA. SHALAT JAMA’1. SHALAT YANG BOLEH DIJAMA’ Shalat wajib sehari semalam ada lima, terdiri dari 17 raka’at, 17 ruku dan 34 sujud, dari jumlah masih bisa ditambah lagi dengan shalat sunnah lainnya. Dari lima waktu Shalat wajid di atas yang boleh dijama’ hanya shalat dzuhur dan ashar, lalu maghrib dan isya’. Sedangkan shalat yang tidak boleh dijama’ adalah shubuh2. JENIS SHALAT JAMA’ Pelaksanaan shalat jama’ dapat dilakukan dengan 2 caraa Jama’ Taqdim Jama’ taqdim adalah mengumpulkan atau menyatukan shalat dzuhur dan ashar pada waktu dzuhur shalat ashar dikerjakan pada waktu shalat dzuhur, dan menyatukan shalat maghrib dan isya’ pada waktu maghrib shalat isya’ dikerjakan ada waktu shalat maghribb Jama Ta’khir Jama’ ta’khir adalah mengumpulkan atau menyatukan shalat ashar dan dzuhur pada waktu ashar shalat dzuhur dikerjakan pada waktu shalat ashar, dan menyatukan shalat isya’ dan maghrib pada waktu isya’ shalat maghrib dikerjakan ada waktu shalat isya’3. SEBAB BOLEHNYA JAMA’ Seseorang diperbolehkan menjama’ shalat wajib pada saat-saat tertentu dan karena sebab-sebab tertentu, dan diantara Asbaabut Takhfif sebab-sebab keringanan. Adapun bentuk Rukhshah dalam safar yaitu menjama' Safar Bepergian Bagi orang yang sedang atau akan bepergian, baik masih di rumah tempat tinggal atau dalam perjalanan, dan atau sudah sampai di tujuaan, dibolehkan menjama’ shalat, baik dilakukan secara jama’ taqdim maupun jama’ ta’khir sama saja, dan selama berada ditempat yang dituju tetap boleh menjama’ shalat dengan syarat tidak berniat untuk menetap di tempat itu. Seperti yang dilakukan oleh Rasul رَسُولُ اللَّهِ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ ”Rasulullah menjamak antara shalat Dhuhur dan Ashar bilamana beliau berada di tengah perjalanan dan menjamak antara Maghrib dan Isya’.HR. Bukharib Hujan Jika seseorang berada di suatu masjid atau mushalla, tiba-tiba turun hujan sangat lebat, maka dibolehkan menjama’ shalat maghrib dengan isya’, dzuhur dan ashar, النبي صلى الله عليه وسلم جمع بين المغرب والعشاء في ليلة مطيرة“Nabi saw pernah menjama’ antara sholat maghrib dan isya pada suatu malam yang diguyur hujan lebat.” HR. Bukharic Sakit Sakit merupakan cobaan dan ujian manusia, dan apabila seseorang sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian sakit ini, dan tetap menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, khususnya perintah shalat, maka akan mengurangi dosa-dosanya, sekalipun shalat itu dikerjakan dengan cara dijama’, karena bagi orang yang sakit diperbolehkan menjama’ shalat, karena bagi orang yang sakit rasa kesulitan untuk melakukan shalat, lebih susah dibandingkan dalam keadaan hujan, kasus lain misalnya wanita yang sedang istihadhah yang darahnya keluar secara terus menerus sehingga kesulitan untuk terus menerus berwudhu’, maka bagi mereka dibolehkan untuk menjama’ shalat. Berdasarkan beberapa kasus di atas. Maka imam Ahmad, al-Qadhi Husen, al-Khath-thabi dan Mutawalli dari golongan Imam Syafiiyah, membolehkan orang yang sedang sakit untuk menjama’ shalatnya, baik jama’ taqdim maupun jama’ ta’khir, karena kesulitan sakit lebih berat dari pada karena قويت على أن تؤخّري الظّهر وتعجّلي العصر ثمّ ثغتسلين حين تطهرين وتصلّين الظهر والعصر جميعًاً ثمّ تؤخرين المغرب وتعجّلين العشاء ثمّ تغتسلين وتجمعين بين الصلاتين فافعلي“ Jika engkau mampu mengakhirkan shalat dzuhur dan menyegerakan shalat ashar, kemudian engkau mandi setelah bersuci, dan engkau menggabungkan shalat dzuhur dan shalat ashar, kemudian engkau mengakhirkan sholat maghrib dan menyegerakan shalat isya, kemudian engkau mandi dan menggabungkan diantara dua shalat, maka lakukanlah“Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullahالجمع بسبب المرض أو العذر ذهب الامام أحمد والقاضي حسين والخطابي والمتولي من الشافعية إلى جواز الجمع تقديما وتأخيرا بعذر المرض لان المشقة فيه أشد من المطر. قال النووي وهو قوي في الدليل.“Menjamak Shalat lantaran sakit atau udzur, menurut Imam Ahmad, Al Qadhi Husein, Al Khathabi, dan Mutawalli dari golongan Syafi’iyyah, adalah boleh baik secara taqdim atau ta’khir, sebab kesulitan lantaran sakit adalah lebih berat dibanding hujan. Berkata Imam An Nawawi “Dan Alasan hal itu kuat.” al-Mughni;2120, Fiqhus Sunnah;2230d Takut Takut dalam masalah ini bukan takut seperti yang biasa dialami oleh setiap orang, akan yang dimaksud takut disini yaitu takut secara bathin misalnya, hati dan jiwa seseorang merasa terancam apabila melakukan aktivitas kegiatan di luar, atau takut karena sesuatu yang mengancam seperti kalau akan terkena bencana alam dan lain sebagainya. عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنْ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ. رواه مسلم“Diriwayatkan dari Ya’la Ibn Umayyah, ia berkata Saya bertanya kepada Umar Ibnul Khaththab tentang firman Allah "Laisa alaikum junahun an taqshuru minashalah in khiftum an yaftinakumu-lladzina kafaru". Padahal sesungguhnya orang-orang dalam keadaan aman. Kemudian Umar berkata Saya juga heran sebagaimana anda heran terhadap hal itu. Kemudian saya menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda Itu adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kamu sekalian, maka terimalah pemberian-Nya.”HR. Muslime Keperluan kepentingan Mendesak Dalam banyak kejadian di masyarakat, kadang kalanya karena sibuk dengan beberapa keperluan, kepentingan, mereka melupakan shalat yang telah menjadi kewajiban bagi setiap muslim beriman. Maka dari itu Imam Nawawi dalam kitab syarah Muslim mengatakan dari beberapa imam membolehkan menjama’ shalat bagi orang yang tidak dalam safar, jika ada kepentingan yang mendesak, asal hal itu tidak dijadikan kebiasaan dalam ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ سَفَرٍ قَالَ أَبُو الزُّبَيْرِ فَسَأَلْتُ سَعِيدًا لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ كَمَا سَأَلْتَنِي فَقَالَ أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ.“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata Rasulullah saw shalat dhuhur dan ashar di Madinah secara jama, bukan karena takut dan juga bukan dalam perjalanan. Berkata Abu Zubair saya bertanya kepada Sa’id; Mengapa beliau berbuat demikian? Kemudian ia berkata; Saya bertanya kepada Ibnu’ Abbas sebagaimana engkau bertanya kepadaku Kemudian Ibnu Abbas berkata Beliau menghendaki agar tidak mernyulitkan seorangpun dari umatnya.HR. Bukhari – Muslim عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ قَالَ خَطَبَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ يَوْمًا بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى غَرَبَتْ الشَّمْسُ وَبَدَتْ النُّجُومُ وَجَعَلَ النَّاسُ يَقُولُونَ الصَّلَاةَ الصَّلَاةَ قَالَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ لَا يَفْتُرُ وَلَا يَنْثَنِي الصَّلَاةَ الصَّلَاة فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ أَتُعَلِّمُنِي بِالسُّنَّةِ لَا أُمَّ لَكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَقِيقٍ فَحَاكَ فِي صَدْرِي مِنْ ذَلِكَ شَيْءٌ فَأَتَيْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ فَسَأَلْتُهُ فَصَدَّقَ مَقَالَتَهُ“Dari Abdullah bin Syaqiq, dia berkata Ibnu Abbas berkhutbah kepada kami, pada hari setelah ashar sampai matahari terbenam, hingga nampak bintang-bintang, sehingga manusia berteriak “shalat .. shalat ..!” Lalu datang laki-laki dari Bani Tamim yang tidak hentinya berteriak shalat.. shalat!. Maka Ibnu Abbas berkata “Apa-apaan kamu, apakah kamu hendak mengajari saya sunah?”, lalu dia berkata “Saya telah melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam menjamak antara zhuhur dan ashar, serta maghrib dan isya.” Berkata Abdullah bin Syaqiq “Masih terngiang dalam dada saya hal itu, maka aku datang kepada Abu Hurairah, aku tanyakan dia tentang hal itu, dia membenarkan keterangan Ibnu Abbas tersebut.”HR. Muslim Ibnu Abbas tidak menjelaskan apakah menyulitkan itu karena sakit, atau sebab-sebab lainnya. Bahkan tanpa udzur-pun kita dibolehkan menjama’ shalat, kalau hal itu dipandang perlu dan merasa kesulitan.Tahdzibul Ahkam;juz 219B. SHALAT QASHAR1. PENGERTIAN Qashar artinya memendekkan atau meringkas. Shalat qashar maksudnya adalah meringkas jumlah rakaat shalat yang empat menjadi dua; misalnya shalat dzuhur, ashar dan isya’. Hal ini boleh dilakukan berdasarkan firman Allah Swt Artinya “dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qasharsembahyangmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu” .QS. An-Nisa’101SAFAR Dan diantara Asbaabut Takhfif sebab-sebab keringan adapun bentuk Rukhshah dalam safar yaitu menjama' shalat. Safar adalah keluar dari daerah kediaman ke tempat lain, dan jarak minimal safar 5 km, dan masih berniat bermaksud kembali ke tempat asalnya. Berdasarkan ayat 101 dan hadits di atas berarti tidak semua keadaan, seseorang dapat mengqashar shalat, hanya diperbolehkan dan dilakukan bagi orang yang melakukan safar perjalanan yang kemudian orang itu disebut Musafir. Dalam ayat ini ada istilah jika kamu khawatir diganggu oleh orang kafir, sementara untuk saat ini gangguan itu sudah tidak ada lagi aman-aman saja bagaimana hukum ayat ini apa masih boleh kita melakukan shalat dengan qashar. Kalau demikian hukum pada ayat ini tetap berlaku, sekalipun gangguan itu sudah tidak ada lagi,عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوامِنْ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ.“Diriwayatkan dari Ya’la Ibn Umayyah, ia berkata Saya bertanya kepada Umar Ibnul Khaththab tentang firman Allah "Laisa alaikum junahun an taqshuru minashalah in khiftum an yaftinakumu-lladzina kafaru". Padahal sesungguhnya orang-orang dalam keadaan aman. Kemudian Umar berkata Saya juga heran sebagaimana anda heran terhadap hal itu. Kemudian saya menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda Itu adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kamu sekalian, maka terimalah pemberian-Nya.” HR. Jama’ah أَمَرَنَا أَنْ نُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ فِي السَّفَرِ“Rasulullah memerintahkan kami agar shalat dua rakaat dalam safar.”HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Baihaqi dan Khuzaimah dan rawi yang dipercaya عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا فَإِنْ زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ عليه“Diriwayatkan dari Anas ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw jika berangkat dalam bepergiannya sebelum terdelincir matahari, beliau mengakhirkan shalat dhuhur ke waktu shalat ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau menjama’ dua shalat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau shalat dhuhur terlebih dahulu kemudian naik kendaraan.” HR. Muttafaqun 'AlaihJARAK BOLEHNYA QASHAR Firman Allah dan hadits shahih di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa setiap pebergian bisa mengqashar shalat. Dan tidak ada hadits shahih dari nabi Saw yang menerangkan adanya jarak minimal mengqashar shalat. Ada riwayat yang mengatakan dari shahabat Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw mengqashar shalat dalam perjalanan yang berukuran 3 mil atau 1 farsakh. عَنْ شُعْبَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَزِيْدِ اْلهَنَائِيّ قَالَ سَأَلْتُ اَنَسًا عَنْ قَصْرِ الصَّلاَةِ فَقَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا خَرَجَ مَسِيْرَةَ ثَلاَثَةِ اَمْيَالٍ اَوْ ثَلاَثَةِ فَرَاسِخَ صَلَّى َكْعَتَيْنِ “Dari Syu’bah dari Yahya bin Yazid Al-Hanaiy, ia berkata Aku pernah bertanya kepada Anas tentang mengqashar shalat, lalu ia menjawab, “Adalah Rasulullah SAW apabila bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh, maka beliau shalat dua reka’at”. Syu’bah ragu, tiga mil atau tiga farsakh” HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَافَرَ فَرَاسَخًا يُقَصِّرُ الصَّلاَة“Adapun Rasulullah SAW bila bepergian sejauh satu farsakh, maka beliau mengqashar Shalat”HR. Sa’id bin Manshur. Dan disebutkan oleh Hafidz dalam at-Talkhish, ia mendiamkan adanya hadits ini, sebagai tanda mengakuinya Lahiriyah hadits ini, berhubungan dengan qashar, dan setiap orang yang boleh mengqashar shalat berarti boleh menjama’nya, artinya dalil ini adalah dalil shalat jama’ dan qashar. Ibnu Hazm dalam al-Mahalla520. mengatakan bahwa jarak minimal boleh mengqashar shalat adalah 1 Satu mil = 1609 meter Tiga mil = 4827 meterJadi 1 Farskh = 3 mil, 3 mil ± 5 km Jama’ taqdim itu dilakukan ketika safar, sedangkan safar itu batas minimal 3 mil ± 5 km artinya jama’ itu sudah dapat dilakukan pada jarak 3 mil dari batas daerah luar kota, maka dari itu pendapat yang mengatakan harus berjarak 80 km itu tidak dapat dijadikan dasar, karena dasar atau dalil yang ada tidak shahih, jadi kita kembali kepada ketentuan batas minimal yaitu 3 mil yang sudah jelas ada nash shahih yang mendasarinya. Memang ada riwayat yang menyatakan tidak bolehnya qashar jika kurang dari 4 barid ± 80 km yaitu; يَا أَهْلَ مَكَّةَ لاَ تَقْصُرُوا الصَّلاَةَ فِى أَدْنَى مِنْ أَرْبَعَةِ بُرُدٍ مِنْ مَكَّةَ إِلَى عُسْفَانَ“Hai penduduk Makkah, janganlah kalian mengqashar shalat dalam jarak kurang dari empat barid, dari Makkah ke Usfan.” HR. Daraquthni Menurut riyawat di atas, qashar boleh dilakukan setelah mencapai jarak 80 km, demikian juga dengan jama’ taqdim banyak orang yang mengaitkannya dengan qashar, yang boleh dilakukan. Setelah dilakukan penelitian dari hadits di atas, ternyata DHA’IF, sebab dalam sanadnya ada ’ABDUL WAHAB bin MUJAHID, yang oleh al-Hakim dinyatakan bahwa ia biasa meriwayatkan hadits-hadits maudhu’ palsu, sementara Sofyan ats-Tsauri mendustakannya, dan dalam Nailul Authar dinyatakan Madruk, sedangkan al-Azdi menyatakan tidak halal riwayat darinya, Tahdzibut Tahdzib VI453, Talkhishul-habir, Nailul Authar III235, Irwa’ul Ghalil III13 No. 565 dan juga dalam Ibanatul Ahkam II63 WAKTU MUSAFIR Perjalanan safar ada 2 maksud yaitu safar dengan maksud menetap selamanya, ada juga safar hanya sebatas keperluan saja, setelah selesai ia kembali ke daerah asalnya. Dari 2 maksud tersebut, musafir orang yang sedang melakukan perjalanan sama-sama boleh mengqashar shalat, hanya saja berbeda dalam batas waktu lamanya boleh mengqashar shalat bagi musafir tersebut. Jika seorang musafir berniat bermaksud menetap di suatu tempat, maka ia boleh mengqashar shalat sampai 4 hari, sebagaimana perbuatan Nabi Saw sewaktu ada di Makkah selama 4 hari, beliau mengqashar shalat, selebihnya ia tidak mengqasharnya. Jika seseorang tidak berniat bermaksud menetap dalam artian masih mau kembali lagi ke daerahnya, maka selama menyelesaikan keperluannya itu ia boleh mengqashar shalat, أَقَامَ النَّبِيُّ تِسعَةَ عَشَرَ يَقصُرُ، فَنَحنُ إِذَا سَافَرنَا تِسعَةَ عَشَرَ قَصَرنَا وَإِن زِدنَا أَتمَمنَا“Nabi shallallahu alaihi wasallam tinggal di tepat safarnya selama 19 hari sambil mengqashar shalat. Karenanya, jika kami safar selama 19 hari kami mengqashar dan jika lebih maka kami melakukan shalat itmam.”HR. Bukhari1080 juga ketika berada di Tabuk selama 20 hari, beliau mengqashar - MUQIM BOLEH BERJAMA’AH Bagi musafir boleh menjadi imam bagi orang yang muqim, dan dan juga sebaliknya, demikian juga orang shalat wajib boleh bermakmum kepada orang yang shalat sunnah dengan setelah salam wajib melengkapi menyempurnakan jumlah raka'atnya. Orang yang muqim harus melengkapi raka'at kekuarangannya. Dan apabila orang musafir bermakmum kepada orang yang muqim, maka harus melengkapi jumlah raka'atnya tidak boleh qashar setelah salam baru melanjutkan shalat jama'nya. Contoh ketika kita mengadakan perjalanan, maka dibolehkan untuk shalat bersama dengan orang-orang yang shalat, artinya tidak harus bersama dengan عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ غَزَوْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص وَ شَهِدْتُ مَعَهُ اْلفَتْحَ، فَاَقَامَ بِمَكَّةَ ثَمَانِيَ عَشَرَةَ لَيْلَةً، لاَ يُصَلّى اِلاَّ رَكْعَتَيْنِ يَقُوْلُ يَا اَهْلَ اْلبَلَدِ، صَلُّوْا اَرْبَعًا فَاِنَّا قَوْمٌ سَفْرٌ“Dari Imran bin Hushain, ia berkata Aku pernah berperang bersama Nabi SAW, dan aku mengikuti penaklukan Makkah bersama beliau, lalu beliau tinggal di Makkah selama delapan belas hari, beliau tidak pernah shalat kecuali dua rekaat, beliau bersabda, “Hai penduduk Makkah, shalatlah empat rekaat, karena kami adalah musafir” HR. Ahmad4/430 كُنَّا مَعَ ابْنِ عَبَّاسٍ بِمَكَّةَ فَقُلْتُ إِنَّا إِذَا كُنَّا مَعَكُمْ صَلَّيْنَا أَرْبَعاً وَإِذَا رَجَعْنَا إِلَى رِحَالِنَا صَلَّيْنَا رَكْعَتَيْنِ قَالَ تِلْكَ سُنَّةُ أَبِى الْقَاسِمِ -صلى الله عليه وسلم-.“Kami pernah bersama Ibnu Abbas di Makkah. Kemudian Musa mengatakan, “Mengapa jika kami musafir shalat di belakang kalian yang bukan musafir tetap melaksanakan shalat empat raka’at tanpa diqoshor. Namun ketika kami bersafar, kami melaksanakan shalat dua raka’at dengan diqoshor?” Ibnu Abbas pun menjawab, “Inilah yang diajarkan oleh Abul Qosim Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.” HR. Ahmad1/216Jadi kepada siapa saja kita bermakmum sesuai ketentuan syari'at Islam, pada hakikatnya adalah boleh, karena aturan shalat itu sama nidzamnya samaKERINGANAN BAGI MUSAFIR Keringan diberikan kepada musafir orang yang bepergian karena sangat dibutuhkan diantaranyaMengqashar shalat dzuhur dan 'ashar, dan 'isya' Menjama' shalat dzuhur dan 'ashar, maghrib dan 'isya' Tidak puasa siang hari di bulan Ramadhan Mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan, menghadap sesuai melajunya kendaraan yang tumpanginya Mengerjakan shalat sunnah sambil berjalan, bagi musafir yang berjalan kaki Mengusap sepatu ketika berwudhu' sepatunya tidak dilepas Tidak mengapa meninggalkan sunnah rawatib shalat sunnah yang mengiringi shalat wajib Menetapkan pahala amal, yang biasa dilakukan ketika muqim tidak dalam bepergian ALASAN NABI SAW MELAKUKAN JAMA' QASHAR Shalat jama' dan qashar dalam pelaksanaannya harus di pisah dengan iqamah, artinya setelah selesai melakukan shalat yang pertama, maka harus iqamah untuk shalat أَتَى الْمُزْدَلِفَةَ فَصَلَّى بِهَا الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ بِأَذَانٍ وَاحِدٍ وَإِقَامَتَيْنِ”Ketika beliau sampai ke Muzdalifah, beliau menjamak shalat Maghrib dan ’Isya dengan sekali adzan dan dua kali iqomah.” HR. Muslim Jangan Lupa lihat juga artikel yang ada di blog ini. Silahkan liat di bagian DAFTAR ISI. Follow blog ini melalui Facebook di bagian FOLLOW ME Catatan Download Font Arab disini agar tulisan arab di atas bisa di baca di komputer teman-teman KESIMPULANDari paparan di atas dapat difahami bahwa shalat jama’ dan qashar merupakan rukhsah dan dibolehkan dalam bepergian atau keadaan darurat. Prinsipnya selagi manusia mempunyai kesempatan untuk melakukan shalat dan tidak menjadi darurat, selayaknya manusia tidak malu untuk segera melaksanakan shalat seperti biasanya. Menjadi suatu kewajiban bagi yang melaksanakan shalat menjadi suri tauladan bagi yang lain sehingga mengajari yang lainnya. Karena yang demikian adalah dari syi’ar Islam yang mesti yang mendapati kesulitan atau kesukaran dalam tiap kali shalat pada waktunya maka memungkinkan baginya untuk menjama’ shalat. Pemaparan hal itu sudah dikemukakan di atas tetapi dengan syarat tidak menjadi kebiasaan dan rutin dan hal tersebut tidak bermaksud selain untuk memudahkan dan tidak menyulitkan umat. Demikian, meski sering jalan-jalan, dan menempuh perjalanan panjang jangan lupa melaksakan sholat 5 Agus Hasan Bashari al-Sanuwi, Lc, M. Syu’aib al-Faiz al-Sanuwi Lc, 2006. Riyadus Shalihin Karya Imam Nawawi, takhrij, Syaikh Muhammad Nasirudin al-Albani, Duta Ilmu. Al-Awaisyah al-Hawasy Husen, 2006. Shalat Khusyu’ Seperti Nabi SAW. Pustaka elBa. Albani, M. Nasiruddin Syaikh, 2000, Sifat-Sifat Shalat Nabi SAW, Jld I-III, Media Hidayah/kampoeng Sunnah As-Sayyid Salim ibnu Abu MAlik Kamal Syaikh 2007. PAnduan Beribadah Khusus Wanita. Al-MAhira, Jakarta_Timur Imam al-Mundziri. Mukhtashar Shahih Muslim. Pustaka Amani, Jkt Imam az-Zabidi. Mukhtashar Shahih Bukhari. Pustaka Amini Jkt Muanajjid Muhammad, 2005. Kiat-kiat Khusyu’ dalam Shalat. Pustaka al-Kautsar Sa’id bin Ali bin Wahf, Syaikh al-Qahthan. Shaltul Mu’min, CV. pustaka ibnu katsir Sabiq Sayyid. Fiqh Sunnah YDSF Malang, Majalah al-Falah,edisi Januari 2011, hal, 11-13. Husein Ali, Lc. "Menjama' Shalat Tanpa Halangan" Lentera Jakarta 2005
DefinisiJamak dan Qashar Shalat Jama' adalah melaksanakan dua shalat wajib dalam satu waktu, yakni melakukan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur dan itu dinamakan Jama' Taqdim atau melakukannya di waktu Ashar dan dinamakan Jama' Takhir .
100% found this document useful 2 votes682 views8 pagesDescriptionmakalah shalat jama' dan qasharCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 2 votes682 views8 pagesMakalah Shalat Jama'Dan QasharJump to Page You are on page 1of 8 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 7 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
SHALATWAJIB DAN SUNAH. 1. Aflikhatul Hidayah (1420210053) 2. Awaliyatu Khoirunnisa' (1420210056) 3. Dayyana Laila Sofiana (1420210069) Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul "Salat Wajib dan Sunah
Fiqih Tentang Shalat Jama dan Qashar Jamak dan qashar sama-sama merupakan bentuk keringanan rukhshah dalam menjalankan ibadah shalat. Keringanan ini berlaku kepada setiap orang yang mengalami sebab-sebab tertentu illat sehingga dapat melaksanakan shalat dengan cara jamak atau qashar. Namun pertanyaannya, apakah setiap shalat yang dapat dijamak secara langsung boleh juga untuk diqashar? Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, silahkan sahabat sekalian simak pembahasan kita kali ini sampai selesai. Pengertian Shalat Jama dan Qashar Shalat Jamak dan Qashar adalah shalat yang dilakukan dalam menunaikan shalat fardhu ruba’iyah berjumlah empat rakaat. Shalat ini terutama dilakukan jika seseorang dalam keadaan safar musafir. Orang yang sedang dalam perjalanan jauh diperbolehkan memendekkan meringkas shalat atau yang lebih dikenal dengan cara meng-qashar shalat, atau dengan cara mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu. Apa Saja Syarat Untuk Qashar Shalat? Berikut ini adalah beberapa syarat untuk dapat melakukan Shalat Qashar Menempuh jarak minimal 80,5 KilometerBepergian untuk tujuan yang bersifat mubahQashar shalat ketika sudah melewati tapal batas kotaTidak boleh bermakmum pada orang yang mukim tidak qashar shalat Apakah Setiap Shalat Jamak Boleh Diqashar? Dalam menjawab pertanyaan tersebut dapat kita telisik berdasarkan sebab-sebab yang memperbolehkan melaksanakan shalat dengan cara jamak dan qashar apakah sama atau berbeda. Qashar dapat dilaksanakan hanya pada saat perjalanan. Hal ini berdasarkan firman Allah وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأرض فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصلاة إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الذين كفروا Artinya “Apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu mengqashar shalat, jika kamu takut di serang orang kafir,” Surat An-Nisa’ ayat 101. Diksi “takut diserang orang kafir” dalam ayat di atas bukan suatu syarat dalam bolehnya melaksanakan qashar sehingga melaksanakan qashar tetap boleh meski tidak ada kekhawatiran atas serangan oleh pihak tertentu. Namun perjalanan yang dimaksud dalam ayat di atas hanya terkhusus pada perjalanan jauh saja safar thawil sehingga shalat qashar tidak dapat dilaksanakan dalam perjalanan dalam jarak pendek. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam kitab Raudhatut Thalibin وأما كون السفر طويلا، فلا بد منه Artinya “Adapun jarak perjalanan yang jauh dalam shalat qashar merupakan suatu keharusan,” Lihat An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz I, halaman 471. Dalam membatasi jarak suatu perjalanan disebut sebagai perjalanan yang jauh, para ulama mengalami perbedaan pendapat. Syekh Wahbah Az-Zuhaili, ulama kenamaan asal Syiria misalnya, memberikan batasan suatu perjalanan disebut perjalanan jauh ketika berjarak tempuh 89 Km seperti yang dijelaskan dalam kitab tafsirnya وبينت السنة أن المراد بالسفر الطويل وهو أربعة برد وهي مرحلتان تقدر ب Artinya “Dalam hadits dijelaskan bahwa maksud bepergian dalam ayat tersebut adalah bepergian jarak jauh, yaitu perjalanan dengan jarak tempuh empat barad yaitu dua marhalah yang dikira-kirakan sekitar 89 km,” Lihat Syekh Wahbab Az-Zuhaili, Tafsirul Munir, juz V, halaman 235. Perjalanan jauh yang dijelaskan di atas, selain memperbolehkan seseorang untuk mengqashar shalat, perjalanan jauh tersebut juga dapat memperbolehkan untuk menjamak shalat sehingga “perjalanan jauh” sama-sama merupakan sebab diperbolehkannya menjamak dan mengqashar shalat. Baca Juga Begini Penjelasan Ilmu Fiqih Tentang Haid dan Nifas Namun, apakah sebab diperbolehkannya menjamak shalat apakah hanya “perjalanan jauh”? Menurut sebagian ulama syafi’iyyah, menjamak shalat tidak hanya berlaku dalam perjalanan jauh, tapi juga boleh dilakukan dalam perjalanan jarak dekat safar qashir, pendapat ini dapat dijadikan pijakan dan boleh untuk diamalkan. Misalnya yang dijelaskan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin فائدة لنا قول بجواز الجمع في السفر القصير اختاره البندنيجي Artinya “Dalam Madzhab Syafi’i ada ulama’ yang membolehkan menjamak shalat dalam perjalanan pendek, pendapat ini dipilih oleh Imam Al-Bandaniji,” Lihat Syekh Abdurrahman bin Muhammad bin Husein Ba’lawy, Bughyatul Mustarsyidin, halaman 160. Sedangkan dalam mengqashar shalat, memang terdapat ulama yang memperbolehkan qashar ketika perjalanan dekat, namun pendapat tersebut dianggap syadz dan tidak dapat diamalkan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Kitab Raudhatut Thalibin وحكي قول شاذ أن القصر يجوز في السفر القصير، بشرط الخوف Artinya “Menurut qaul yang syadz tidak dapat dijadikan pijakan bahwa qashar dapat dilakukan pada perjalanan pendek dengan syarat adanya rasa takut,” Lihat Syekh Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz I, halaman 471. Selain dapat dilakukakn ketika perjalanan dekat, menjamak shalat juga dapat dilakukan ketika hujan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Ibnu Abbas RA صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا ، وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا فِى غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ سَفَرٍ قَالَ مَالِكٌ أُرَى ذَلِكَ كَانَ فِى مَطَرٍ Artinya “Rasulullah SAW melaksanakan shalat zuhur dan asar dengan cara jamak. Shalat maghrib dan isya dengan cara jamak tanpa adanya rasa takut dan tidak dalam keadaan perjalanan.” Imam Malik berkata, “Saya berpendapat bahwa Rasulullah melaksanakan shalat tersebut dalam keadaan hujan,” HR Baihaqi. Namun para ulama membatasi bolehnya menjamak shalat ketika hujan dengan berbagai ketentuan-ketentuan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Tidak setiap shalat yang dapat dijamak secara langsung dapat dilaksanakan dengan cara diqashar. Sebab bolehnya mengqashar shalat hanya dengan sebab bepergian jarak jauh, sedangkan menjamak shalat sebabnya tidak hanya itu saja, tapi juga dapat dilaksanakan ketika perjalanan jarak dekat dan ketika hujan. Namun hal yang perlu diperhatikan terkhusus menjamak shalat ketika perjalanan pendek, hendaknya hal tersebut tidak dilakukan kecuali memang dalam keadaan mendesak atau merasa kesulitan masyaqqah, agar kita tidak tergolong sebagai orang yang mengambil pendapat ulama yang ringan-ringan dengan motif menggampangkan urusan agama tasahhul fid din. Wallahu a’lam. Baiklah, demikian sharing kita kali ini Terkait Fiqih Tentang Shalat Jama dan Qashar, semoga bermanfaat untuk semuanya. Aamiin Ustadz M. Ali Zainal Abdin Sumber Post Views 1,249
dNLY. qj4rjyq930.pages.dev/237qj4rjyq930.pages.dev/323qj4rjyq930.pages.dev/401qj4rjyq930.pages.dev/515qj4rjyq930.pages.dev/490qj4rjyq930.pages.dev/24qj4rjyq930.pages.dev/202qj4rjyq930.pages.dev/488
makalah shalat jama dan qashar